Bulan Di Malam Minggu

by - Sabtu, Maret 05, 2016

Malam ini, aku lihat langit begitu sedih, tak ada bintang tak ada bulan.
Bulan seolah menyembunyikan rupanya.
Bintang pun seolah kehilangan cahayanya yang sebenarnya selalu menyinari, bukan menutupi keindahan purnama di ujung lautan.
Lautan beriak melahirkan buih di pantai.
Lautan beriak melahirkan juga sebuah kenangan yang perlu dipinggirkan, dipalingkan, hingga meniadakan seluruh isi semesta jiwa yang mula mula indah hingga hampa.

Hampa itu adalah kuasa.
Kuasa mengadakan, menciptakan serta kebalikannya, kembali meniadakan.
Meniadakan pun tak selamanya tiada.
Rasa itu, kenangan itu, keistimewaan itu, akan memanggil kembali, menjerit untuk diingat ingat. Bagai pungguk merindukan bulan.

Bulan hanya bisa tersenyum, bila tidak ia hanya mengulum lembut sesiapa yang sedang termenung memikirkan apa yang harus dilakukan untuk menari tanpa cahaya yang semu.
Semu, sebenarnya adalah jembatan antara harapan dan ketidakmungkinan untuk bertemu dan bercumbu dalam suasana menggebu gebu lantaran dua kutub bertemu pada satu titik, yang kemudian menyulap hidup penuh dengan kebahagiaan.
Kebahagiaan itu pun dapat dihitung dengan jari antara satu sampai seratus kapan berakhirnya meski akhirnya tak akan pernah ada.
Justru karena pribadi sendiri yang menyembunyikannya.

Hai, Jangan bersembunyi!
Karena bulan dan bintang saling berbagi cahaya, bahagia bersama di antara langit meski terhitung akhirnya yang tiada pernah berakhir.

Di Malam Minggu
Yang sunyi,

Word-to-word-then-poetry

ISFRN** 😊

You May Also Like

0 komentar