A Miracle of Hana: Nyanyian Baru

by - Kamis, Januari 03, 2013


Nyanyian Baru *1

“Hei Ga...” Teriak Rafa saat menhampiri dan langsung menepuk pundah kanan Yoga.
Yoga sontak langsung terkejut dan mengusap-usap dadanya. Rasanya denyut nadinya sudah tidak dapat diatur lagi. Sepertinya sudah melebihi batas normal denyut nadi per detik.
 “Bagaimana liburanmu di Jakarta? Menaarik?” Tegur Rafa yang sedikit mengganggu konsentrasi Yoga. Jelas saja mengganggu, karena Rafa datang disaat Yoga sedang membaca komik Naruto kesukaannya.
“Ah! Kamu ini membuat jantungku hampir lepas.” Sesaat Yoga mengatur napasnya.
“Maaf mungkin aku sengaja.” Rafa tertawa setelah melihat Yoga tiba-tiba berubah pucat setelah ia kagetkan. “Ayo jawab pertanyaanku! Bagaimana liburanmu di Jakarta?”
“Tidak ada yang istimewa di Jakarta.” Yoga menjawab dengan wajah acuh tak acuh. Mungkin dengan rasa sedikit kesal karena perbuatan Rafa padanya.
“Loh, bukannya kamu senang di sana? Di sana kan ibu kota?” Dengan heran Rafa kembali menjejali Yoga dengan pertanyaan. Namun, Yoga tetap saja memasang wajah datar.
“Lebih menyenangkan di sini, di sana panas dan membosankan. Tiap hari sealu macet.” Jawab Yoga dengan tetap menyatukan pandangannya pada komik yang sedang ia baca.
Masa sih? Bukannya di sana dan di sini sama saja?
Kali ini Yoga benar-benar tidak ingin menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Sekarang masih pukul tujuh pagi. Matanya masih sedikit sulit untuk dibuka. Tapi Rafa terus saja menagih jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ia pikir tidak terlalu penting untuk ditanyakan. Karena sudah jelas kota Sumenep lebih terteram daripada kota Jakarta yang merupakan kota metropolitan terbesar sekaligus ibu kota Indonesia.
Kota Sumenep adalah kota sekaligus kabupaten paling timur di pulau Madura. Udara yang sesekali sejuk, tetapi tidak jarang juga bisa sepanas kota Jakarta memang memiliki kesan tersendiri bagi seorang Yoga. Karena di sinilah Yoga mengerti bagaimana menghargai hidup dengan selalu mencintai kampung halaman tempat dia dilahirkan ke dunia.
Yoga dan Rafa memang sudah bersahabat sejak dua tahun lalu saat mereka masih berada di ruang kelas tingkat satu yang sama. Dan kebetulan ternyata mereka harus menempati ruang kelas tingkat tiga yang sama. Entah mengapa mereka selalu dipertemukan dalam ruang kelas yang sama.
Tidak seberapa lama, pandangan Yoga berpaling dari komiknya menuju dua orang gadis yang baru saja memasuki ruang kelas. Dia menatap pancaran aura kebaikan dari ujung rambut hingga ujung kaki salah satu gadis itu. Sampai tak sadar, ternyata pandangannya sudah tak dapat dipalingkan lagi ke keadaan semula.
Cong*” Yoga menepuk badan Rafa sambil tetap memandangi gadis yang ada di area pengelihatannya saat ini. “kamu melihat apa yang aku lihat tidak? Ada bidadari turun dari langit.”
Gadis berbadan sedikit kurus, berkulit putih, dan memakai kacamata itu sudah menyihir Yoga setelah disadari bahwa dia memiliki keistiwaan. Gadis itu memakai kerudung untuk menutupi mahkota kepalanya yang merupakan salah satu aurat seorang wanita. Namun, anehnya meski Rafa hanya melihat gadis itu sebelah mata, dia langsung bangun dari tempat duduknya dan menghampiri gadis yang baru saja menghipnotis Yoga.

***

Sesampainya di sekolah, Ran dan Tata langsung melangkah menuju ruang kelas yang sudah seharusnya mereka tempati. Kedua sahabat itu memang baru pindah dari sekolah lamanya. Jadi wajar jika mereka masih belum mengenal semua warga sekolah menengah atas terfavorit di kota ini. Kecuali Ran yang mengenal seorang siswa karena dia adalah teman sekolah dasarnya. Dan yang paling mengejutkan ternyata lelaki yang sedang dibicarakan tepat berada di hadapan Ran saat dia melangkah memasuki ruang kelas.
Rafa. ini kamu?” Sapaan pertama Ran pada Rafa teman lamanya.
“Kenapa memandangi aku seperti itu? Kangen ya?” Rafa menjawab sapaan Ran dengan tawa meskipun sedikit membosankan.
Dari bangku tengah deretan kedua di sebelah pintu masuk kelas, terlihat seseorang yang tampaknya begitu tercengang melihat keakraban Rafa dan Ran. Seolah-olah tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya saat ini.
Oh iya Fa, ini Tata.” Ran menoleh pada gadis yang bersamanya dilanjutkan dengan memperkenalkan Rafa pada Tata. “Dan Ta, dia Rafa temanku sewaktu di sekolah dasar.
Tata dan Rafa pun berjabatan tangan sambil memperkenalkan nama mereka masing-masing. Tata Silvana yang mempunyai berat dan tinggi badan yang ideal itu adalah sahabat Ranita Miyazaki, gadis yang berdarah Madura-Jepang.
Ran, Ta, dia sahabatku. Yoga namanya.” Papar Rafa sambil menunjuk arah sahabatnya yang masih memasang wajah penasaran, mengapa Rafa terlihat begitu akrab dengan gadis yang dianggapnya sebagai bidadari itu.
“Sebentar Ran. Aku ke tempat Yoga dulu. Sepertinya dia sedang melamun.” Rafa pun meninggalkan Ran.
Ran mencari bangku yang masih kosong untuk ditempati. Setelah duduk, matanya memandangi Rafa yang sedang membangunkan temannya dari lamunan. Kejadian itu terlihat seperti drama kocak yang membuat Ran tersenyum sekilas.  Sepertinya Rafa menngenalkan diri Ran pada Yoga. Rafa juga seakan sedang asyik menjelaskan hubungan dirinya dengan Ran.
Ran memilih bangku paling depan, tepat di depan bangku pengajar. Ran memang sengaja memilih bangku itu karena dia pikir akan lebih mengerti penjelasan guru. Kalau duduk di bangku paling belakang pasti konsentrasinya terpecah menjadi dua. Namun, ketika Ran baru saja akan menduduki bangku yang dia pilih, ada seorang perempuan yang memakinya.
“hei bing*. Seenaknya aja kamu duduk di tempatku.” Kata perempuan yang tiba-tiba memaki Ran.
“Maaf, mbak siapa ya? Saya sudah dari tadi duduk di tempat ini. Dan saya tau tempat ini tadinya masih kosong.” Jawab Ran dengan wajah polos. Jawab dengan polos karena memang kenyataannya Ran tidak merasa bersalah.
“Kelihatannya saja kan kosong? Tapi apa kamu tahu, kalau tempat ini sudah jauh-jauh hari di siapkan oleh pihak sekolah untukku.”
Melihat sahabatnya yang dimaki tanpa alasan yang jelas, Tata harus membela sahabatnya itu. “Masalahnya apa sih mbak? Memang tadi bangku ini kosong kok.”
Perdebatan memperebutkan bangku terus memanjang. Sampai bel masuk sudah mengudara pun mereka tidak menyadarinya. Semua anggota kelas hanya bias menonton dari jauh saja, tetapi tidak termasuk Yoga yang mati-matian membela Ran.
“Sudahlah Isa! Kamu mengalah saja. Dia siswi baru di sekolah ini. Masa kamu tidak bias mengalah?” Bela Yoga.
“Oh jadi mentang-mentang kamu baru mengenal dia dan dia adalah siswi baru di sekolah ini lalu kamu melupakn aku? Atau kamu memang amnesia? Kamu lupa kalau aku ini adalah pacar kamu? Jangan seenaknya saja dong Yoga! Masa kamu lebih memlih dia daripada aku?” protes Isa.
jadi perempuan ini bernama Isa dan dia adalah pacar Yoga? Tapi kenapa Yoga lebih membela aku? Memangnya aku ini siapa?
Perempuan menyebalkan yang sedang memaki Ran bernama Isawati. Dia memang salah satu siswi menyebalkan di sekolah ini. Meskipun dia berkerudung, tetapi hatinya licik. Banyak orang yang tertipu dengan kata-katanya. Termasuk Yoga. dulu mereka menjalin hubungan hanya karena Yoga merasa kasihan melihat Isa yang seorang anak yatim. Namun, selebihnya tidak ada perasaan cinta sedikitpun dari Yoga untuk Isa.
“Aku lebih membela Ran karena memang jelas dia tidak bersalah.” Lanjut Yoga.
“Jadi…” jawab Isa. Namun, belum sempat terselesaikan, pelajaran sudah harus segera dimulai.
Seorang guru muda tampan memasuki kelas. Satu buku dengan tebal sekitar lima senti meter dibawa dengan tangan kanan. Seperti guru pada umumnya. Sampai di kelas, berjalan menuju bangku pengajar, dan meletakkan buku di atas meja. Biasanya langsung memulai pelajaran. Namu, karena melihat kondisi kelas yang berantakan, guru itupun langsung berpikir, apa yang sudah terjadi di kelas ini?
“Selamat pagi semua…” sapa guru muda itu
Semua siswa menjawab, “pagi pak…
“Ada apa ini? Kok sepertinya baru terjadi hal yang tidak mengenakkan?” Tanya guru muda itu.
“Begini pak. Bangku saya ditempati oleh perempuan ini.” Jelas Isa.
“Tidak pak. Saya tidak menempati bangku dia. Tadi bangkunya kosong, pak. Jadi saya tempati. Kalau bangku ini memang ada pemiliknya, saya tidak akan menempatinya. Tapi tadi bangku ini benar-benar kosong.” Papar Ran.
“Halah. Sudah tidak usah basa basi. Mengaku sajalah!” bentak Isa.
“Sudah. Sudah.” Teriak guru muda itu. “ kalian kan bias saling mengalah. Masi banyak kan kursi yang kosong.”
“Tapi saya mau di sini pak!” Isa mulai memaksa.
“Baiklah kalau kamu maunya begitu. kamu duduk di bangku itu.” Kata guru itu pada Isa.
Isa merasa senang mendengar keputusan guru yang memiliki wajah yang tidak terlalu menua itu.
“Dan saya harap, kamu mau mengalah untuk duduk di bangku lain.” Kata guru itu pada Ran.
Ran hanya bisa mematuhi kata guru yang baru dia kenal itu. Ran dan Tata lalu berdiri dengan membawa barang mereka dan keluar dari bangku yang menjadi perdebatan itu. Sedangkan Isa langsung duduk di bangku itu sambil sedikit mencela Ran.
“Baiklah. Begini saja. Kamu duduk sabangku dengan Yoga!” suruh guru itu pada Ran. “Dan kamu, duduk sebangku dengan Rafa di bangku belakang yang masih kosong!” Suruh guru itu pada Tata.
Ran sekilas melihat kerah Yoga yang berdiri di dekatnya dengan wajah yang mulai memerah. Entah karena malu atau senang.
“Loh pak. Kenapa jadi dia yang duduk sama Yoga?” protes Isa dengan wajah marah.
“Sudah tidak perlu protes! Ini kan kemauanmu?” bentak guru itu pada Isa. “Baik, sekarang kalian kembali ke tempat duduk kalian masing-masing!”
Yoga, Ran, Rafa, dan Tata kembali ke tempat duduk yang sudah di atur oleh guru muda itu. setelah mereka semua duduk dengan rapi, tanpa basa basi yang cukup panjang siswanya langsung diperintahkan untuk membuka buku. Dan itu membuat semua anggota kelas tidak nyaman. Belum memperkenalkan diri pula. Terpaksa harus ada perwakilan siswa yang memberanikan diri untuk menanyakan siapa nama guru itu.
Diawali dengan mengacungkan telunjuk kanannya, Tata memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan, “Pak sebelumnya, mungkin bapak berkenan untuk memperkenalkan diri pada kami?”
Mendengar perkataan Tata yang begitu spontan menarik perhatian seluruh penghuni ruang kelas, guru itu tersenyum seolah-olah di telah melupakan sesuatu yang penting. “Maaf terlewatkan. Kalian bisa memanggil saya pak Dion.
Baiklah. Namanya pak Dion. Beliau mengajar pelajaran bahasa Indonesia di kelas ini. Memang wajahnya bisa amembius siswi yang diajarnya. Tapi semua belum bisa memastikan bahwa sikap dan caranya mengajarnya setara dengan ketampanan raut wajahnya.
Mendengar pernyataan tersebut, penghuni kelas rasanya sudah puas. Tapi tidak bagi Yoga yang lagi-lagi melamun sambil memandang Ran. Kali ini dia membayangkan dirinya tengah asyik berjalan kaki menelusuri taman kota. Dia menggenggam tangan Ran. Seolah-olah Ran adalah miliknya dan hanya tercipta untuknya.
“Karena kalian sudah mengenal saya, sekarang giliran kalian yang memperkenalkan diri.” Pak Dion pun menunjuk ke arah Ran. Perkenalkan namamu! Sepertinya kamu siswi baru di sekolah ini.”
Jurus jitu Yoga pun terfokus untuk menatap wajah perempuan yang sekarang duduk tepat disebelahnya. Dia menatap apapun yang bisa ia tatap. Dari ujung rambut, hingga ujung kaki. Dari kedipan mata, hingga katupan bibir. Sungguh sempurna di matanya.
“Siapa pak? Saya?” Ran menjawab
“Iya. Perkenalkan namamu!
“Nama saya Ran, pak. Saya memang siswi baru di sekolah ini.”
“Oh pantas saja saya belum pernah melihat kamu di sekolah ini. Tidak seperti yang lain, karena sebelumnya saya sudah pernah mengajar teman-teman sekelasmu ini di tingkat satu.”
Ran hanya mengangguk.
 “Ya sudah. Sekarang, buka buku kalian semua! Halaman pertama!” perintah pak Dion.
“Nama kamu Ran?” Yoga bertanya dengan suara sedikit serak.
“Ya namaku Ran.” Ran menjawab dengan senyuman. “Mm.. ngomong-ngomong, terima kasih ya. Karena kamu sudah membela aku. Meski sebenarnya aku tidak mengerti, mengapa kamu membela aku. Padahal Isa adalah kekasihmu.”
“Sudah lah tidak perlu di pikirkan. Aku senang kok bisa mengenalmu apalgi membelamu. Bukan hanya membela, aku juga mau menjadi sahabatmu dan selau bersedia membuatmu tersenyum.” Yoga juga tersenyum.


Ya Allah, apakah ini anugerah dariMu? Baru pertama aku mengenal laki-laki seperti dia yang langsung memperhatikan aku seolah-olah dia sudah mengenal aku sejak lama. Semoga ini adalah awal yang baik untukku menimba ilmu di sekolah ini.




* Dari kata kacong yang merupakan sebutan bagi anak laki-laki Madura
* Dari kata cebbing yang merupakan sebutan bagi anak perempuan Madura

You May Also Like

0 komentar