A Miracle of Hana: Dunia untuk Ran
Dunia
Untuk Ran *2
Terlihat Ran dan Tata berjalan menuju
pintu pagar sekolah
saat setelah bel pulang mengudara sekitar 15 menit yang lalu.
“Ta, kamu pulang bareng siapa sekarang? Aku ikut, boleh?” Ran membujuk Tata, namunu
bujukan itu tidak tepat pada waktunya.
“Maaf Ran. Aku pulang di jemput Zaky.”
“Aku sama siapa?”
“Aku ngga
tahu Ran.” Tata melihat ke arah Zaky di seberang
jalan. “Ran, aku pulang dulu ya. dadah…” Tata lalu pulang.
Ran berdiri
sendiri di pinggir jalan. Disaat yang beramaan, di
seberang jalan terlihat
pemuda yang nampaknya sedang mengintai sesuatu. Entah apa yang dintainya.
Apakah Ran yang sedang dia intai? Kalau memang benar Ran, pasti hanya Yoga yang
berani mengintai
Yoga menghampiri Ran dengan menaiki sepeda motornya. “Hai Ran,
belum pulang?”
“Iya, Tata
udah pulang duluan. Jadi, aku ngga tahu harus pulang bagaimana.” Jawab Ran
denan suara rendah dan kepala menunduk.
“Pulang bareng aku, mau nggak?”
Sontak Ran
langsung mengangkat kepalanya. “Boleh. Tapi, Ran merepotkan tidak?”
Yoga hanya
tersenyum. “Ya nggak lah. Ayo naik!”
“Makasih ya.” Senyuman
juga melebar di wajah Ran.
Selama
perjalanan memang Ran dan Yoga tidak saling berbicara meski hanya sepatah dua
patah kata. Mereka lebih memilih diam sampai akhirnya tiba di halaman rumah
Ran.
“Aku ngga
tahu harus bagaimana. Karena kalau ngga ada kamu, mungkin aku belum sampai di
rumah.” Ran berkata pada Yoga setelah turun dari sepeda motor.
“Aku enang
kok mengantar kamu pulan, Ran.” Lagi-lagi Yoga tersenyum.
“Kalau
begitu, aku mauk dulu ya. Hati-hati di jalan ya, Yoga.” Ran membala senyuman
Yoga sambil melangkah memasuki rumah.
Saat
memasuki pintu utama, rupanya orang tua Ran sedang ada
tamu. Lak-laki dan perempuan. Dan ternyata mereka berdua adalah sahabat lama orang
tua Ran. Ran hanya teru
melangkah menuju kamarnya tanpa menghiraukan di ruang tamunya sedang ada orang
tidak dia kenal.
“Ran sayang…” bunda memanggil Ran. “Kesini sebentar, nak…”
“Ada apa bun?”
Ran pun duduk dekat bundanya.
“Ran, kenalkan. Mereka teman lama bunda dan ayah. Om Ray dan tante Marcia. Ayah dan bunda berencana
mau menjodohkan Ran dengan anak om Ray. Namanya Gara.” Ayah Ran menambah.
Ran
langsunng ternganga mendengar perkataan ayahnya “Ayah… jodoh
jodohan yah? Gara? Ran nggak kenal ayah. Yah, ayah…” Ran mengekuh pada ayahnya. “Pokoknya Ran ngga
setuju. Ran bisa cari pasangan hidup Ran sendiri.” Ran berdiri lalu berlari
kencang menuju kamarnya.
Melihat
perlakuan Ran, bunda sangat marah dan lalu berteiak. “Ran, jaga sikapmu!”
Di dalam
kamarnya, Ran tak hanya sekedar mengganti pakaian. Mulutnya terus saja
menggerutu. Ucapnya, kenapa harus ada
perjodohan? Kata kata itu terus keluar dari mulutnya sampai akhirnya Ran
selesai mengganti pakaian. Dia mengenakan celana jeans dan kaos warna pink tua.
Kerudung warna abu-abu juga dia lilitkan di kepalanya. Setelah selesai Ran
berganti pakaian, Ran pun menuju ke ruang tamu lagi.
“Bun, Ran pegi ya.” Ran meminta izin pada bundanya dengan nada tidak sopan dengan kaki yang
terus melangkah menuju garasi.
“Loh, Ran
mau kemana?” Bunda hanya berteriak dari tempat duduknya.
Ran tetap
berlari ke garasi tempat motornya di pajang tanpa menghiraukan bundanya
berteriak.
***
Di bilik
makanan ringan dan cokelat mini market,
seorang laki-laki yang terlihat berumur 25 tahun sedang memilih apa yang
sebenarnya dia ingin beli. Dia membawa keranjang belanja yang masih kosong. Dia
mencari sesuatu untuk diberikan pada seorang wanita yang akan ditemuinya
sebentar lagi.
Saat dia
sedang ayik memilih makanan ringan, seorang wanita membentur tubuhnya.
“Maaf. Maaf.
Aku ngga sengaja.” Wanita itu spontan langsung menundukkan badannya berulang
kali untuk meminta maaf dan langsung pergi.
Sambil membereskan
belanjaan yang bererakan di lantai, pria bertubuh tinggi ini hanya menlihat
langkah wanita yang saat ini berada di kasir lalu pergi. Setelah wanita itu
jauh di luar pintu mauk mini market,
pria yang baru mau bangkit dari jongkoknya pun tersenyum.
***
Setengah jam
Ran pergi meninggalkan rumah tanpa izin orang tuanya yang sedang ayik bercengkrama
dengan tamu-tamunya, akhirnya datang dan memasuki ruang tamu sambil sibuk
menggeledah kantong plastic belanjaannya. Ran tetap melangkah menghampiri
bundanya meki tangan masih sibuk mencari seuatu
“Bunda… Ran beli cokelat kesukaan bunda nih.” Ran berkata pada bundanya sambil menjulurkan
sebatang cokelat kepada bundanya.
“Wah, makasih yah saying.” Bunda lalu menerima cokelat dari Ran.
“Loh, tante nggak di beliin juga tuh?” celetuk tante Marcia bercanda.
Ran hanya
bisa tersenyum hingga semua yang ada di ruang tamupun tertawa. Tiba tiba terdengar suara ketukan pintu.
“Ran, ada tamu tuh. Bukain pintu, gih!” Suruh bunda.
“Mungkin aja itu Gara.” Tambah tante Marcia.
Ran bangkit dari duduknya untuk membukakan pintu
denga rasa penasaran siapa itu Gara. Ketika pintu telah terbuka Ran mendadak
menahan napas karena melihat sosok pria yang saat ini sedang berdiri di
depannya. “Ka, kamu…”
“Hai Ran…”
Sapa pria itu.
Saat ini
Ran hanya bisa menunduk malu.
Bunda Ran berkata sedikit nyaring. “siapa Ran? Suruh masuk dong!”
“Ayo masuk!”
ajak Ran.
“Terima kasih tuan putri.”
Ran menutup pintu kemudian berjalan
menuju ruang tamu di
belakang tamu pria itu.
“Hai, Gara. Itu gadis yang bernama Ran. Cantik, kan?” Tanya tante Marcia pada Gara.
Sambil
tersenyum pria yang baru saja mauk ke ruang tamu itupun menjawab, “iyah mi. mami nggak salah pilih.”
Dalam hati
Ran menggumam, jadi, pria yang aku bentur
tadi, di mini market tadi adalah Gara? Harus ditaruh di mana wajahku ini? Lagi-lagi
Ran hanya bisa menunduk malu.
“Ran, kenalan dong!” ucap Ayah.
“Udah om. Tadi kita sempat ketemu di swalayan.” Jawab Gara.
“Wah, kebetulan sekali.” Lanjut Ayah.
“Oh iya pi, papi sama mami mau pulang kapan?” Tanya Gara pada orangtuanya.
“Pulang? Mungkin 10 menit lagi. Kenapa?” jawab om Ray
“Gara masih mau disini ya.”
“Oh, ok
kalau mau kamu eperti itu.” kata om Ray
Ran hanya
bisa menggerutu dalam hati, ih kenapa dia
ngga ikut pulang?
“Ran, ajak Gara ke kolam gih. Ngobrol disana kan pasti lebih
enak.” pinta bunda.
Ran menganga
mendengar pinta sang bunda.
Gara
mengajak Ran. “ayo. Ran!”
Ran menghampiri
bundanya, “bunda apa-apaan sih? Ran bukan iti Nurbaya, bun. Ran bisa cari pria yang
Ran inginkan sendiri. Ran ngga suka sama dia, bun. Bunda jahat!”
“Ram! Bunda
ini orang tuamu. Bunda tahu yang terbaik untuk kamu. Bunda tahu siapa Gara.”
Bentak bunda.
“Iya
memang bunda tahu iapa Gara. Bunda tahu siapa orang tuanya. Tapi bunda tidak
tahu apa yang bia membuat Ran bahagia.”
“Ran..”
Tangan bunda hamper mendarat di pipi kanan Ran, tetapi ayah menangkisnya.
“Bunda
jahat” Ran berteriak ambil menangis.
Ran berlari
menuju kamarnya sambil meneteskan air mata yang saat ini udah membasahi seluruh
pipinya. Dia tidak tahu sebenarnya apa yang sedang terjadi. Dia hanya bisa
menggerutu, dan memaki perjodohan ini. Ran berbaring di atas tempat tidurnya
dan tanpa sadar, sudah satu kotak tissue dia habiskan untuk mengusap air
matanya. Di pikirannya saat ini, hanya Tata yang bisa menenangkannya.
“Ta, apa
yang harus aku lakukan?” Ran menangi dan menceritakan apa yang edang terjadi
pada sahabatnya itu.
“Sudahlah,
Ran. Semua pasti bisa diatasi kok. Aku tahu kamu bukan gadis yang mudah
menyerah. Jalani aja dulu apa adanya. Biarkan waktu yang menjawab.” Naihat Tata.
“Aku ngga
yakin, Ta.” Ran teru menangis.
“Aku Cuma
bisa berkata, sabar ya.”
Ya Allah, apakah ini pertunjuk
dariMu atas jodohku. Ataukah ini cobaan dariMu agar aku mematuhi orang tuaku? Ungguh,
aku bingung ya Allah. Bantu aku mencari jalan keluarnya ya Allah.
0 komentar